Senja Terakhir

Februari 18, 2017


http://www.livingloving.net/wp-content/uploads/2015/11/travel-paris-mamir-26-960x653.jpg
Langit mulai menampakkan semburat cahaya merah keemasan. Nampak beberapa orang mulai mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya. Lalu mengarahkannya pada suatu objek yang menarik di matanya. Ya. Mereka sedang berusaha untuk mengabadikan senja. Mereka berlomba-lomba untuk mengabadikan keindahan senja dari sudut terbaik dengan gawai milik mereka.
Di suatu sudut taman, di dekat orang-orang itu, duduklah seorang gadis kecil. Ia nampak penasaran dengan apa yang sedang dilakukan orang-orang di depannya itu. Namun ia masih tetap duduk di tempatnya. Seseorang datang menghampirinya, disusul seorang lagi di belakangnya.
“Apa yang sedang kamu lakukan, Nak?”
“Aku sedang menunggumu, Yah!” jawabnya sembari tersenyum menerima eskrim yang dibawakan lelaki yang mendatanginya. Benar. Dia adalah ayahnya dan seorang lain yang satunya adalah ibunya.
“Sedang apa mereka?” tanya gadis itu polos.
“Mereka sedang mengabadikan senja, Nak.” Jawab ibunya.
“Senja itu apa?”
“Senja adalah sesuatu yang indah di langit sore. Kau lihat orang-orang itu?” gadis kecil itu mengangguk, “mereka berlomba-lomba mengabadikan keindahan senja dengan harapan mereka dapat menikmatinya di mana saja. Karena itu mereka mengabadikannya lewat gawai mereka. Perlu kamu ketahui, Nak. Mereka itu bukan orang sini. Mereka tidak tinggal di sekitar sini. Beruntunglah kita, bisa tinggal di dekat sini dan bisa menikmati senja ini setiap hari.”
Gadis kecil itu tersenyum mendengar penjelasan dari ibunya. Sang ayah ikut tersenyum sambil menggelitik gadis kecilnya yang menggemaskan.
Mereka bertiga nampak bahagia bersama. Menikmati senja sembari memandangi sekitar. Senja yang nampak dari balik menara tinggi nampak lebih indah saat mereka menikmatinya bersama.
Orang-orang terus berlomba mengabadikan senja. Beberapa di antara mereka saling mengambil gambar masing-masing dengan latar belakang menara tinggi yang menjulang itu. Pemandaangan langit senja yang nampak di belakangnya menjadikan menara itu bak huruf A besar di tengah langit merah keemasan. Sungguh indah.
“Yah, bolehkah aku datang ke sini setiap hari? Aku ingin menikmati senja itu lagi, bersama dengan kalian tentunya.”
“Tentu.” Ayahnya tersenyum sembari mengusap lembut rambut di kepala anak gadis kecilnya.
Hari mulai gelap. Orang-orang baru mulai berdatangan ke tempat itu. Mereka ingin menikmati pemandangan malam di kota ini. Pemandangan indah, juga romantis, yang diiringi gemerlap cahaya lampu yang memenuhi menara tinggi yang menyerupai huruf A besar ini.
Itulah Eiffel. Sebuah menara tinggi yang mengundang banyak perhatian para wisatawan dari berbagai negara. Banyak orang begitu penasaran dan tertarik untuk bisa menikmati keindahan dan keromantisan yang ditawarkan oleh kota ini. Tentu karena adanya menara Eiffel ini. Inilah kota Paris yang fenomenal itu.
Tak jauh dari menara Eiffel, keluarga kecil yang teridiri dari ayah, ibu dan gadis kecil itu tinggal. Mereka tinggal di sebuah rumah sederhana di dekat menara itu. Seperti janjinya yang telah diucapkan sang ayah kepada gadis kecilnya, ia dan keluarga kecilnya mengunjungi menara Eiffel setiap sore untuk menantikan senja.
Di suatu sore yang lain, mereka bertiga kembali mengunjungi Eiffel dan duduk di tempat yang sama seperti saat pertama kali mereka pergi ke sana. Namun Eiffel saat itu sedang diperbaiki. Rupanya ada sedikit kerusakan di salah satu kaki bangunan yang nampak kokoh itu. Namun itu tak menjadi masalah bagi keluarga kecil itu, selama mereka masih bisa menikmati senja bersama.
Sang ayah berlari ke arah penjual eskrim di sudut yang lain. Gadis kecil itu nampak senang karena ayahnya akan membelikan lagi eskrim kesukaannya. Gadis kecil itu menunggu dengan senang hati dan sabar, sampai ayahnya kembali dan membawakan eskrim untuknya. Gadis kecil itu duduk tenang memandang senja, ditemani ibunya yang duduk di sampingnya.
Brukkk.......
Sebatang kerangka besi dari bangunan menara yang sedang diperbaiki itu jatuh. Sang ayah langsung berlari menuju tempat gadis kecil dan istrinya duduk. Eskrim yang ia beli barusan pun tumpah. Tubuhnya mendadak lemas seakan remuk sudah setiap tulang-tulangnya. Ia mendapati kedua orang yang paling berharga baginya itu terjepit di bawah kerangka besi itu.
“Cepat angkat kerangka besi ini!” teriak seorang laki-laki yang menggunakan helm proyek itu. Beberapa orang yang juga mengenakan helm yang sama mulai mengangkat kerangka besi itu. Orang-orang di sekitar pun berdatangan dan mengerumuni lelaki dan dua orang yang tertindih kerangka besi tadi.
Mereka tampak menunjukkan rasa duka dengan apa yang terjadi pada dua orang yang malang itu. Namun lelaki itulah yang nampak paling menderita atas kejadian ini. Ya. Dialah lelaki yang merupakan suami dan ayah dari kedua orang itu.
~
Seorang lelaki tua mengusap dengan cepat pipinya. Ia tidak ingin orang lain mengetahui bahwa ia meneteskan air mata. Ia nampak duduk termenung di sebuah sudut kota yang nampak seperti kota mati itu.
Seorang lelaki muda menghampirinya dan mengajaknya untuk bangun dan naik ke perahu.
“Tidak, aku tidak akan naik perahu itu. Aku akan tetap di sini.” lelaki tua itu menolak dengan sopan atas tawaran dari lelaki muda yang menghampirinya.
“Kenapa?” tanya lelaki muda itu.
“Aku ingin menikmati senja kali ini. Biarkan aku di sini sejenak.”
“Baiklah, aku akan datang kembali padamu nanti, makanlah roti dan minumlah ini!”
Lelaki muda itu memberikan sebungkus roti dan sebotol air mineral kepada lelaki tua itu, lalu mengarahkan perahunya menuju seseorang di sudut lain kota itu.
Lelaki tua itu duduk sendiri. Ia membuka bungkus roti lalu memakannya. Namun roti itu terasa hambar baginya. Ia tak lagi bisa merasakan rasa manis dari roti itu, tapi ia menghabiskannya. Lalu meminum air mineral dan kembali duduk termenung menantikan senja hari itu.
Hari mulai sore dan senja hampir tiba. Langit kota itu mulai samar-samar memperlihatkan cahaya merah keemasan di wajahnya. Dan lelaki tua itu terus memandanginya. Ia nampak begitu sedih. Ia menikmati senjanya dengan duduk sendiri sembari mengingat wajah dua orang yang sangat berharga dalam hidupnya. Ya benar. Lelaki tua itu adalah ayah juga suami dari dua orang yang meninggal karena kecelakaan yang terjadi di halaman menara Eiffel beberapa tahun lalu.
Kini kota itu benar-benar berubah. Sejauh mata memandang, hanya nampak bangunan-bangunan yang terendam air bah. Beberapa hari yang lalu hujan lebat terus mengguyur kota ini hingga menyapu hampir semua bangunan yang ada di kota ini. Tidak terkecuali menara Eiffel yang katanya kokoh itu. Menara itu pun tumbang diterjang badai besar beberapa hari lalu. Kota itu kini hanya menyisakan pemandangan kelabu dan benar-benar nampak seperti kota mati yang tak berpenghuni. Hanya tersisa semburat cahaya kemerahan itulah yang nampak indah. Namun ia pun tak seindah dulu. Keindahannya nampak begitu menyedihkan. Terutama bagi seorang lelaki tua yang kesepian itu.
Keesokan harinya, tim relawan kembali mendatangi tempat lelaki tua itu. namun, mereka mendapati tubuh lelaki tua itu tergeletak di atas sebuah tempat yang cukup kering di salah satu sudut kota itu.
~selesai

Yeay! Akhirnya saya menulis cerita lagi. Setelah sekian lama hanya berceloteh tak penting. Haha.
Tenanglah! Eiffel dan kota Paris masih baik-baik saja. Itu hanyalah cerita fiktif hasil imajinasi saya. Cerita ini dibuat untuk menyelesaikan tantangan dari forum yang saya ikuti. Setiap peserta diwajibkan mebuat cerita pendek dengan tema yang telah ditentukan. Walhasil, jadilah cerpen ini.
Minggu, 5 Pebruari 2017. Pada hari itulah saya menuliskannya. Biar tidak lupa, maka saya merasa perlu menyebutkannya di sini. Ya, sebagai pengingat sajalah.
Baiklah, selamat membaca!
Semoga saya bisa menghasilkan tulisan yang lebih baik lagi. :D

~
Ah, iya. Gambar ilustrasi senja dan menara Eiffel itu saya ambil dari sini. :D
http://www.livingloving.net/wp-content/uploads/2015/11/travel-paris-mamir-26-960x653.jpg 

You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images