Langit
mulai menampakkan semburat cahaya merah keemasan. Nampak beberapa orang mulai
mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya. Lalu mengarahkannya pada suatu objek
yang menarik di matanya. Ya. Mereka sedang berusaha untuk mengabadikan senja.
Mereka berlomba-lomba untuk mengabadikan keindahan senja dari sudut terbaik
dengan gawai milik mereka.
Di
suatu sudut taman, di dekat orang-orang itu, duduklah seorang gadis kecil. Ia
nampak penasaran dengan apa yang sedang dilakukan orang-orang di depannya itu.
Namun ia masih tetap duduk di tempatnya. Seseorang datang menghampirinya,
disusul seorang lagi di belakangnya.
“Apa
yang sedang kamu lakukan, Nak?”
“Aku
sedang menunggumu, Yah!” jawabnya sembari tersenyum menerima eskrim yang
dibawakan lelaki yang mendatanginya. Benar. Dia adalah ayahnya dan seorang lain
yang satunya adalah ibunya.
“Sedang
apa mereka?” tanya gadis itu polos.
“Mereka
sedang mengabadikan senja, Nak.” Jawab ibunya.
“Senja
itu apa?”
“Senja
adalah sesuatu yang indah di langit sore. Kau lihat orang-orang itu?” gadis
kecil itu mengangguk, “mereka berlomba-lomba mengabadikan keindahan senja
dengan harapan mereka dapat menikmatinya di mana saja. Karena itu mereka
mengabadikannya lewat gawai mereka. Perlu kamu ketahui, Nak. Mereka itu bukan
orang sini. Mereka tidak tinggal di sekitar sini. Beruntunglah kita, bisa
tinggal di dekat sini dan bisa menikmati senja ini setiap hari.”
Gadis
kecil itu tersenyum mendengar penjelasan dari ibunya. Sang ayah ikut tersenyum
sambil menggelitik gadis kecilnya yang menggemaskan.
Mereka
bertiga nampak bahagia bersama. Menikmati senja sembari memandangi sekitar.
Senja yang nampak dari balik menara tinggi nampak lebih indah saat mereka
menikmatinya bersama.
Orang-orang
terus berlomba mengabadikan senja. Beberapa di antara mereka saling mengambil
gambar masing-masing dengan latar belakang menara tinggi yang menjulang itu. Pemandaangan
langit senja yang nampak di belakangnya menjadikan menara itu bak huruf A besar
di tengah langit merah keemasan. Sungguh indah.
“Yah,
bolehkah aku datang ke sini setiap hari? Aku ingin menikmati senja itu lagi,
bersama dengan kalian tentunya.”
“Tentu.”
Ayahnya tersenyum sembari mengusap lembut rambut di kepala anak gadis kecilnya.
Hari
mulai gelap. Orang-orang baru mulai berdatangan ke tempat itu. Mereka ingin
menikmati pemandangan malam di kota ini. Pemandangan indah, juga romantis, yang
diiringi gemerlap cahaya lampu yang memenuhi menara tinggi yang menyerupai
huruf A besar ini.
Itulah
Eiffel. Sebuah menara tinggi yang mengundang banyak perhatian para wisatawan
dari berbagai negara. Banyak orang begitu penasaran dan tertarik untuk bisa
menikmati keindahan dan keromantisan yang ditawarkan oleh kota ini. Tentu karena
adanya menara Eiffel ini. Inilah kota Paris yang fenomenal itu.
Tak
jauh dari menara Eiffel, keluarga kecil yang teridiri dari ayah, ibu dan gadis
kecil itu tinggal. Mereka tinggal di sebuah rumah sederhana di dekat menara itu.
Seperti janjinya yang telah diucapkan sang ayah kepada gadis kecilnya, ia dan
keluarga kecilnya mengunjungi menara Eiffel setiap sore untuk menantikan senja.
Di
suatu sore yang lain, mereka bertiga kembali mengunjungi Eiffel dan duduk di
tempat yang sama seperti saat pertama kali mereka pergi ke sana. Namun Eiffel
saat itu sedang diperbaiki. Rupanya ada sedikit kerusakan di salah satu kaki bangunan
yang nampak kokoh itu. Namun itu tak menjadi masalah bagi keluarga kecil itu,
selama mereka masih bisa menikmati senja bersama.
Sang
ayah berlari ke arah penjual eskrim di sudut yang lain. Gadis kecil itu nampak
senang karena ayahnya akan membelikan lagi eskrim kesukaannya. Gadis kecil itu
menunggu dengan senang hati dan sabar, sampai ayahnya kembali dan membawakan
eskrim untuknya. Gadis kecil itu duduk tenang memandang senja, ditemani ibunya
yang duduk di sampingnya.
Brukkk.......
Sebatang
kerangka besi dari bangunan menara yang sedang diperbaiki itu jatuh. Sang ayah
langsung berlari menuju tempat gadis kecil dan istrinya duduk. Eskrim yang ia
beli barusan pun tumpah. Tubuhnya mendadak lemas seakan remuk sudah setiap
tulang-tulangnya. Ia mendapati kedua orang yang paling berharga baginya itu
terjepit di bawah kerangka besi itu.
“Cepat
angkat kerangka besi ini!” teriak seorang laki-laki yang menggunakan helm
proyek itu. Beberapa orang yang juga mengenakan helm yang sama mulai mengangkat
kerangka besi itu. Orang-orang di sekitar pun berdatangan dan mengerumuni
lelaki dan dua orang yang tertindih kerangka besi tadi.
Mereka
tampak menunjukkan rasa duka dengan apa yang terjadi pada dua orang yang malang
itu. Namun lelaki itulah yang nampak paling menderita atas kejadian ini. Ya. Dialah
lelaki yang merupakan suami dan ayah dari kedua orang itu.
~
Seorang
lelaki tua mengusap dengan cepat pipinya. Ia tidak ingin orang lain mengetahui
bahwa ia meneteskan air mata. Ia nampak duduk termenung di sebuah sudut kota
yang nampak seperti kota mati itu.
Seorang
lelaki muda menghampirinya dan mengajaknya untuk bangun dan naik ke perahu.
“Tidak,
aku tidak akan naik perahu itu. Aku akan tetap di sini.” lelaki tua itu menolak
dengan sopan atas tawaran dari lelaki muda yang menghampirinya.
“Kenapa?”
tanya lelaki muda itu.
“Aku
ingin menikmati senja kali ini. Biarkan aku di sini sejenak.”
“Baiklah,
aku akan datang kembali padamu nanti, makanlah roti dan minumlah ini!”
Lelaki
muda itu memberikan sebungkus roti dan sebotol air mineral kepada lelaki tua itu,
lalu mengarahkan perahunya menuju seseorang di sudut lain kota itu.
Lelaki
tua itu duduk sendiri. Ia membuka bungkus roti lalu memakannya. Namun roti itu
terasa hambar baginya. Ia tak lagi bisa merasakan rasa manis dari roti itu,
tapi ia menghabiskannya. Lalu meminum air mineral dan kembali duduk termenung
menantikan senja hari itu.
Hari
mulai sore dan senja hampir tiba. Langit kota itu mulai samar-samar memperlihatkan
cahaya merah keemasan di wajahnya. Dan lelaki tua itu terus memandanginya. Ia
nampak begitu sedih. Ia menikmati senjanya dengan duduk sendiri sembari mengingat
wajah dua orang yang sangat berharga dalam hidupnya. Ya benar. Lelaki tua itu
adalah ayah juga suami dari dua orang yang meninggal karena kecelakaan yang
terjadi di halaman menara Eiffel beberapa tahun lalu.
Kini
kota itu benar-benar berubah. Sejauh mata memandang, hanya nampak
bangunan-bangunan yang terendam air bah. Beberapa hari yang lalu hujan lebat
terus mengguyur kota ini hingga menyapu hampir semua bangunan yang ada di kota
ini. Tidak terkecuali menara Eiffel yang katanya kokoh itu. Menara itu pun
tumbang diterjang badai besar beberapa hari lalu. Kota itu kini hanya
menyisakan pemandangan kelabu dan benar-benar nampak seperti kota mati yang tak
berpenghuni. Hanya tersisa semburat cahaya kemerahan itulah yang nampak indah.
Namun ia pun tak seindah dulu. Keindahannya nampak begitu menyedihkan. Terutama
bagi seorang lelaki tua yang kesepian itu.
Keesokan
harinya, tim relawan kembali mendatangi tempat lelaki tua itu. namun, mereka
mendapati tubuh lelaki tua itu tergeletak di atas sebuah tempat yang cukup
kering di salah satu sudut kota itu.
~selesai
Yeay!
Akhirnya saya menulis cerita lagi. Setelah sekian lama hanya berceloteh tak
penting. Haha.
Tenanglah!
Eiffel dan kota Paris masih baik-baik saja. Itu hanyalah cerita fiktif hasil
imajinasi saya. Cerita ini dibuat untuk menyelesaikan tantangan dari forum yang
saya ikuti. Setiap peserta diwajibkan mebuat cerita pendek dengan tema yang
telah ditentukan. Walhasil, jadilah cerpen ini.
Minggu,
5 Pebruari 2017. Pada hari itulah saya menuliskannya. Biar tidak lupa, maka
saya merasa perlu menyebutkannya di sini. Ya, sebagai pengingat sajalah.
Baiklah,
selamat membaca!
Semoga
saya bisa menghasilkan tulisan yang lebih baik lagi. :D
~
Ah, iya. Gambar ilustrasi senja dan menara Eiffel itu saya ambil dari sini. :D
http://www.livingloving.net/wp-content/uploads/2015/11/travel-paris-mamir-26-960x653.jpg
~
Ah, iya. Gambar ilustrasi senja dan menara Eiffel itu saya ambil dari sini. :D
http://www.livingloving.net/wp-content/uploads/2015/11/travel-paris-mamir-26-960x653.jpg